Rabu, 21 November 2012

Mengapa Kita Disini


Kita hidup di tengah kemajuan zaman!!!

Ya, zaman semakin maju…

Tentunya ada konsekuensi bagi kita yang mengharuskan kita untuk memilihnya. Apakah kita mampu mengikuti kemajuan zaman atau kita akan tertinggal olehnya??? Jika kita memilih maju, maka akan ada dua pilihan didepan kita. Apakah kita akan maju bersama mengikuti arus atau kita akan maju dengan membawa karakter kemajuan yang kita miliki masing-masing???

Kemudian jika kita memilih tertinggal maka akan ada dua pilihan juga. Apakah kita akan bangkit untuk mengejar ketertinggalan atau kita memilih berada dalam keterpurukan dan ketertinggalan tersebut???

Itu pilihan kita, masingg-masing akan memiliki sikap yang berbeda untuk menghadapinya. Setiap kaki yang kita langkahkan akan mencatatkan sejarah untuk kita. Tentu dengan dua pilihan pula, kita memilih baik atau buruk. Hatu nurani kitalah yang akan menjawabnya.

Untuk Apa Kita Disini?
Tulisan di Papan Tulis Dekat Tempat Tidur KH. Ahmad Dahlan
“Hai Dahlan, sungguh di depanmu pasti kau lihat perkara yang lebih besar dan mematikan,mungkin engkau selamat atau sebaliknya akan tewas.
Hai Dahlan, bayangkan kau sedang berada di dunia ini sedirian beserta Allah dan dimukamu ada kematian, pengadilan amal, surga, dan neraka. Coba kau piker, mana yang paling mendekati dirimu selain kematian. Mereka yang menyukai dunia bisa memperoleh dunia walaupun tanpa sekolah. Sementara yang sekolah dengan sungguh-sungguh karena mencintai akhirat ternyata tidak pernah naik kelas. Gambaran ini melukiskan orang-orang yang celaka di dunia dan akhirat sebagai akibat dari tidak bisa mengekang hawa-nafsunya. Apakah kau tidak bisa melihat orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu?”
         
         Pada jaman dengan kemajuan teknologi yang begitu pesat seperti sekarang ini, sebagian besar perilaku manusia dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi (teknologi informasi), mengapa demikian?. Banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspek-aspek lain dalam kehidupannya, seperti pentingnya membangun relasi dengan orang lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya menghargai sesama lebih daripada apa yang berhasil dibuatnya, dan lain-lain.
       Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk membantu manusia tidak lagi dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya manusia yang terkuasai oleh kemajuan teknologi. Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada zaman ini seringkali diukur dari “to have” (apa saja materi yang dimilikinya) dan “to do” (apa saja yang telah berhasil/tidak berhasil dilakukannya) daripada keberadaan pribadi yang bersangkutan (“to be” atau “being”nya). Tentu perlu ditanamkan sejak dini bahwa keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak persis sama dengan apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Sebab manusia tidak sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. Lingkungan yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya, sebagai manusia yang utuh berkembang (menurut Ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta (kognitif), daya rasa (afektif), dan daya karsa (konatif)). Singkatnya, “educate the head, the heart, and the hand !”
       Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia makin bersikap individualis. Mereka “gandrung teknologi”, asyik dan terpesona dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya. Oleh karena itu, perlu adanya kebersamaan sebagai masyarakat manusia.

Mengapa Kita Memilih Sains dan Teknologi?
Apa yang Ingin Kita Capai dari Sini?

     Penciptaan sistem-sistem melalui upaya-upaya teknologis dapat menghasilkan sistem-sistem yang memperbaiki tata kehidupan masyarakat, tetapi dapat pula menciptakan sistem-sistem yang justru mengganggu bahkan menghancurkan tata-kehidupan (Sasmojo, 1985: III-3). Penyelesaian suatu persoalan dengan teknologi akan selalu membawa bibit persoalan baru. Persoalan baru tersebut pada suatu waktu pasti akan menjadi persoalan utama yang membutuhkan suatu penyelesaian pula. Penyelesaian tersebut biasanya dilakukan dengan teknologi yang setingkat lebih tinggi. Fenomena dialektika perkembangan teknologi tersebut akan berulang lagi, demikian seterusnya. Oleh sebab itu dalam pengembangan teknologi, alternatif-alternatif teknologi seperti redudansi dan diversifikasi sangat penting untuk diterapkan (Alisjahbana, 1991: 23-27)
       Penemuan dan pembaruan (invention and innovation) menyebabkan berkembangnya peradaban manusia. Kemajuan teknologi telah meningkatkan manusia ke taraf peradaban yang lebih tinggi. Selanjutnya peradaban yang lebih tinggi mendorong ditemukannya teknologi yang lebih canggih. Bangsa yang maju teknologinya dan kuat basis sainsnya mempunyai potensi berkembang dengan percepatan pembangunan yang lebih tinggi dibandingkan yang masih tertinggal. Hal ini dapat dilihat dari gejala makin jauhnya negara-negara maju meninggalkan negara-negara berkembang.
     Sekarang ini peradaban modern sudah diidentikan dengan peradaban Barat. Ilmu pengetahuan dan teknologi modern berasal dari Barat. Peradaban industrial dan informasi (industrial and information civilization) sekarang ini adalah peradaban Barat. Negara-negara Asia yang baru maju, bisa maju karena belajar serta mengadopsi sains dan teknologi yang bersumber dari Barat.
        Dari sejarah kita mengetahui bahwa sains dan teknologi yang sekarang disinonimkan dengan peradaban Barat, tidak seluruhnya bersumber dari dunia Barat. Jauh sebelum sains dan teknologi menancap dengan kuat di bumi Barat, bagian-bagian dunia lain seperti India dan Cina telah sangat berkembang dengan sangat maju. Wujud kemajuan India dan Cina tersebut sekarang dinamakan pengetahuan dan teknologi tradisional. Tetapi dalam perkembangan selanjutnya, kemajuan yang gemilang tersebut seolah tiba-tiba berhenti. Dunia Timur bagaikan air yang surut dan tak pernah naik lagi (Kartasasmita, 1996: 270).
     Model-model dari masyarakat yang sekarang sudah maju tidak mungkin kita contoh begitu saja. Koentjaraningrat (1974 : 32-36) menguraikan bahwa suatu bangsa yang hendak mengintensifkan usaha pembangunan harus memiliki mentalitas pembangunan. Mentalitas pembangunan tersebut haruslah dilandasi :
  • Nilai budaya yang berorientasi ke depan, dan dengan demikian bersifat hemat untuk bisa teliti memperhitungkan hidupnya di masa depan.
  • Nilai budaya yang berhasrat untuk mengeksplorasi lingkungan alam dan kekuatan-kekuatan alam untuk mempertinggi kapasitas berinovasi.
  • Nilai budaya yang menilai tinggi hasil dari suatu karya manusia (achievement orientation)
  • Nilai budaya yang menilai tinggi usaha orang yang dapat mencapai hasil atas usahanya sendiri, percaya kepada diri sendiri, disiplin, dan berani bertanggungjawab.

        Bangsa yang maju teknologinya dan kuat basis ilmu pengetahuannya mempunyai potensi berkembang dengan percepatan yang lebih tinggi dibanding yang masih tertinggal. Apabila pengetahuan baru dan keterampilan terkandung dalam SDM, dan pembangunan ekonomi tergantung pada peningkatan sains, teknologi, dan cara-cara baru dalam proses produksi, maka keberhasilan pembangunan akan ditentukan oleh proses akumulasi kwalitas SDM (Becker, 1990).
          Terakhir, banyak membaca akan membantu kita untuk berfikir, menganalisa suatu permasalahan yang ada (Educate the head). Banyak berdiskusi dan berdialog akan membantu kita tentang bagaimana mempersatukan suatu pemikiran yang berbeda yang tidak hanya cukup dengan nalar dan logika saja tapi juga daya rasa (Educate the heart). Bertindak dan melakukan sesuatu adalah bentuk aksi dari apa yang telah kita dapat “berilmu amaliah dan  beramal ilmiah” (Educate the hand).

DAFTAR PUSTAKA
  1. Alisjahbana, Sutan Takdir. “Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Dunia dan Indonesia”, dalam Saswinadi Sasmojo et al. (ed.). “Menerawang Masa Depan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni dalam Perkembangan Budaya Masyarakat Bangsa Indonesia.” Bandung: Penerbit ITB. 1991.
  2. Dharma, Agus.  “Peran Sains Dan Teknologi Dalam Percepatan Pembangunan”. Artikel. Universitas Gunadarma: Yogyakarta
  3. Riyanto, Theo. FIC. “Pemikiran Ki Hajar Dewantara Tentang Pendidikan” http://bruderfic.or.id/h-59/pemikiran-ki-hajar-dewantara-tentang-pendidikan.html diakses tanggal 16 juli 2012 11.30
  4. Kartasasmita, Ginanjar. “Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan.” Jakarta: CIDES. 1996.
  5. Koentjaraningrat. “Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan”. Jakarta: Gramedia. 1974.
  6. Toffler, Alvin. “The Third Wave”. New York: William Morrow & Company. 1980.
  7. Zen, M. T. (ed.). “Sains, Teknologi, dan Hari Depan Manusia”. Jakarta: PT Gramedia. 1981.

1 komentar: